Saturday, March 21, 2020

Chloroquine, Hydroxychloroquine, Corona… dan Lupusku…

Saat ini, Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) telah menyebar ke berbagai negara di seluruh belahan dunia. World Health Organization (WHO) secara resmi menyatakan virus corona ini sebagai pandemi. Skala penyebaran virus corona terjadi secara global dan menjangkiti banyak penduduk di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. COVID-19 ini juga menyebabkan kematian di banyak negara.
Pemerintah Indonesia dari hari ke hari melakukan langkah cepat menangani penyebaran COVID-19. Dari akun media sosial instagram Joko Widodo, Presiden Republik Indonesia, Jumat 20 Maret 2020, dijelaskan bahwa pemerintah telah mulai melakukan rapid test sebagai upaya untuk memperoleh indikasi awal apakah seseorang positif terinfeksi COVID-19 atau tidak. Pemerintah juga tengah mempercepat pembangunan fasilitas observasi, penampungan dan karantina untuk pengendalian infeksi penyakit menular, terutama COVID-19 di Pulau Galang, yang lokasinya berada di bekas penampungan pengungsi Vietnam, sekitar 56 kilometer dari Kota Batam. Pembangunan semua fasilitas ini ditargetkan selesai 28 Maret 2020.
Presiden Jokowi mengatakan bahwa seluruh kekuatan pemerintah, kekuatan negara dan bangsa bergerak untuk mengatasi kesulitan terkait COVID-19 ini, baik soal kesehatan maupun masalah sosial ekonomi yang mengikutinya. Berita terbarunya adalah pemerintah telah membeli obat untuk menangani pasien positif COVID-19 ini, yaitu Avigan dan Chloroquine. Sesuai hasil riset dan pengalaman beberapa negara yang menggunakan jenis obat tertentu untuk mengatasi COVID-19, Presiden juga memesan dalam jumlah besar dua jenis obat tersebut. Selain itu, Presiden pun meminta kepada BUMN farmasi untuk memperbanyak produksi obat-obat itu.

Adakah hubungan antara COVID-19 dengan lupusku?
Secara langsung, mungkin tidak. Namun, sebagai seorang odapus (orang dengan lupus), aku sangat akrab dengan salah satu dari dua jenis obat yang saat ini sedang ramai jadi pembicaraan di berbagai media.
Aku didiagnosa menderita penyakit autoimun jenis systemic lupus erythematosus (SLE) atau lebih dikenal dengan lupus pada tahun 2016. Beberapa tulisanku ada di sini: Meniskus Tear Pengantar Lupusku , Menata Hati Bersama Lupus , Aku dan Lupusku...Sekarang...  
Lupus terjadi ketika sistem kekebalan tubuh menyerang sel-sel yang sehat. Sejak saat itulah aku harus mengonsumsi obat-obatan untuk menekan imunitasku agar tidak berlebihan. Ada banyak macam obat yang setiap hari harus kuminum, yaitu Methylprednisolone, Cavit D-3, Simarc, Imuran, Cellcept dan Hydroxychloroquine. Yang terakhir ini adalah obat yang sama kandungannya dengan Chloroquine, salah satu jenis obat yang sedang menjadi sorotan karena dianggap bisa menjadi antivirus untuk COVID-19. Untuk Avigan, aku belum pernah mengetahuinya, tapi untuk Chloroquine, aku sudah sangat mengenalnya.  

Di awal sakit lupusku, aku memang belum mengonsumsi Hydroxychloroquine atau Chloroquine. Obat ini baru diresepkan oleh dokter yang menanganiku beberapa bulan setelah aku didiagnosa lupus. Kebetulan, lupusku ini menyerang kulit dan sendi. Untuk kulit, sejak awal lupusku, muncul ruam merah-merah di beberapa bagian di wajah, leher dan dadaku. Lebih parah lagi, lupusku juga diikuti oleh vaskulitis yaitu peradangan pada pembuluh darah yang bisa menyebabkan timbulnya bekas luka (meskipun tidak pernah ada luka luar). Vaskulitis inilah yang hingga sekarang meninggalkan bekas kehitam-hitaman di wajahku, terutama di bagian tengah hidungku. Untuk sendi, rasa nyeri di sekujur badan sering kurasakan mengiringi sakit lupusku. Karena kondisi lupusku ini, maka dokter Sumariyono, Sp. PD, KR memberikan resep Hydroxychloroquine


Hydroxychloroquine adalah obat untuk mencegah atau mengobati penyakit malaria.
Obat ini juga digunakan (biasanya dengan obat lain) untuk mengobati penyakit autoimun tertentu seperti lupus dan rheumatoid arthritis atau radang sendi. Penggunaan Hydroxychloroquine untuk menangani kedua penyakit ini merupakan langkah alternatif ketika obat utama yang digunakan tidak bekerja atau tidak berhasil atau tidak bisa digunakan. Sebagai antimalaria, obat ini bekerja untuk mematikan parasit penyebab malaria, sedangkan pada penyakit autoimun, obat ini bekerja dengan cara mempengaruhi sistem imun penderita. Hydroxychloroquine ini dapat mengurangi masalah kulit dan nyeri sendi pada odamun (orang dengan autoimun). Beberapa merek dagang dari Hydroxychloroquine adalah Plaquenil, Mylan, Quinoric, Axemal, Dolquine dan Quensyl.

Hydroxychloroquine sama dengan Chloroquine?

Ketika dokter yang menangani lupusku memberikan resep Hydroxychloroquine, saat itu aku tahu bahwa obat ini termasuk jenis obat yang sulit didapat, tidak dijual bebas, langka dan hanya dijual di apotek tertentu serta sering tidak ada di pasaran. Aku yang tinggal di Kota Tangerang, berobat di rumah sakit EMC (dulu Usada Insani), harus membelinya di RSCM, Jakarta Pusat atau di beebrapa apotek lain di Jakarta. Sudah jauh, obatnya pun kadang-kadang ada namun sering kosong. Beruntung suamiku selalu siaga dan siap membelikannya untukku. Di apotek RSCM, Hydroxychloroquine diberikan dalam sebuah tube (tabung) obat kecil, jadi aku tidak tahu merek atau tulisan asli dari produsennya, yang ada hanya nama obat, namaku dan aturan minumnya. Aku hanya boleh membeli sebanyak yang diresepkan dokter yaitu 30 butir, dan ini jatah untuk sebulan karena dosis untukku 1 x 1 butir sehari. Kalau tidak salah waktu itu harganya Rp240.000,00 per 30 butir. Perkembangan berikutnya, beberapa bulan kemudian bahkan untuk memberikan resep pun dokterku tidak bisa, karena ada peraturan baru dari RSCM bahwa obat tersebut hanya boleh dibeli oleh pasien yang berobat di rumah sakit tersebut, bukan pasien dari tempat lain. Untuk mendapatkannya, aku pun berobat ke RSCM, tetap dengan dokter yang menanganiku di RS EMC Tangerang, karena beliau memang salah satu direktur di RSCM dan berpraktik di rumah sakit tersebut. Di grup komunitas lupusku, ramai dengan tanya jawab di mana dan bagaimana aku dan teman-teman odapus bisa mendapatkan obat ini. Ada teman odapus yang biasa berobat ke Malaysia, akhirnya bisa membelikan (dititipi), meskipun pembeliannya juga dibatasi. Dokter sendiri tidak bisa berbuat apa-apa dengan kelangkaan Hydroxychloroquine ini. Bahkan beliau sering berbagi denganku dan sesama pasiennya jika ada apotek tertentu yang masih menyediakan obat tersebut. Pada kenyataannya, jika hari ini ada, maka esok obat itu pasti sudah habis lagi. Aku sendiri sempat berhenti beberapa saat mengonsumsinya karena sulit mendapatkannya. Akibatnya adalah ruam-ruam merah di kulit wajah menjadi lebih parah. Suamiku sempat membeli secara online, namun yang ada di pasaran hanya Chloroquine, jadi aku beralih ke Chloroquine, toh kandungannya pun sama dengan Hydroxychloroquine yang biasa kuminum. Aku jadi menganggap bahwa Chloroquine bisa disebut sebagai generiknya Hydroxychloroquine. Mengapa demikian? Kandungan keduanya sama, namun harganya jauh berbeda. Harga Hydroxychloroquine adalah Rp8.000,00 per butir, untuk Chloroquine harganya jauh lebih murah, kalau aku tidak salah ingat, harganya hanya beberapa ribu rupiah, yang pasti kurang dari sepuluh ribu rupiah per strip (10 butir). 


Waktu aku konsultasi dengan dokter pemerhati lupus (DPL)-ku, bolehkah aku mengganti Hydroxychloroquine dengan Chloroquine? Beliau bilang, kalau Hydroxychloroquine tidak ada, tidak apa-apa diganti dengan Chloroquine, tetapi kalau Hydroxychloroquine sudah ada, lebih baik minum Hydroxychloroquine lagi. Saat aku masih meminta penjelasan berikutnya, dokterku bilang bahwa Hydroxychloroquine lebih minimal efek negatifnya bagi penderita lupus. Ya, selama minum obat ini, aku memang selalu didampingi oleh dokter spesialis mata. Dari awal sebelum mengonsumsi, aku harus diperiksa dulu apakah kondisi mataku bisa mendukungku untuk mengonsumsi Hydroxychloroquine dalam jangka panjang. Demikian pula setiap tiga bulan sekali harus dikontrol lagi pengaruhnya untuk kesehatan mataku. Kenyataannya adalah akhirnya aku harus melakukan operasi katarak dini pada mata kiriku karena efek mengonsumsi Hydroxychloroquine atau Chloroquine dan juga obat-obat steroid yang rutin kuminum.
Alhamdulillah, sejak Januari 2019 dokter menyatakanku remisi, artinya lupusku tidak aktif lagi. Meskipun aku masih harus rutin minum obat (kini, dengan dosis yang sangat sedikit), aku tidak lagi minum Hydroxychloroquine atau pun Chloroquine. Aku hanya sering masih sedih jika melihat teman-teman odapus yang masih kesulitan mendapatkan obat ini.  

Betulkah Chloroquine adalah antivirus COVID-19?
Informasi tentang Chloroquine saat ini ramai dibahas ketika Presiden Joko Widodo menyatakan pemerintah telah memesan dua juta Avigan dan menyiapkan tiga juta Chloroquine yang akan diresepkan oleh dokter kepada pasien COVID-19 yang membutuhkan. Aku sendiri tidak paham apakah memang Chloroquine bisa menjadi obat untuk menangani penyakit dari virus corona atau COVID-19 ini. Tentang Chloroquine ini, suamiku pun bercanda denganku: “Mama gak usah khawatir, virus corona takut dekat-dekat Mama karena sudah sekian tahun minum antivirusnya, sudah kebal, heheheee...”. Yang pasti, kita harus mendukung semua kebijakan pemerintah terkait pencegahan penyebaran dan penularan COVID-19 ini, termasuk memesan Avigan dan Chloroquine sebagai upaya menyelamatkan warga Indonesia dari virus berbahaya ini. Pemerintah menyatakan bahwa kedua obat ini cukup efektif digunakan di beberapa negara untuk menangani orang yang terpapar virus corona. Mari kita bersama-sama berdoa agar wabah virus corona ini segera berakhir di negara kita dan di seluruh dunia. Demikian pula, para odapus dan odamun yang memerlukan obat Chloroquine atau Hydroxychloroquine bisa mendapatkannya dengan mudah. Salam sehat selalu...

2 comments:

  1. Siang Ibu, semoga senantiasa sehat. Saya sudah baca 3 postingan di Blog ibu yang perihal meniskus tear, lupus, dan yang ini.
    Saya juga merasakan keluhan seperti Ibu.
    Lulut saya sakit banget keduanya Bu, sudah ke RSUI dengan dr.Dharmadi sp.OT disarankan MRI, tapi belum saya laksanakan.
    eh, ini sudah hampir 2 minggu 3 jari tangan kanan saya sakit. Awalnya pagi bangun, jari kelingking saya nyeri dan kaku, saya merasa tidak menindih tangan saya saat tidur. Esoknya merembet ke Jari manis, dan sekarang s/d Jari tengah. Syukurnya Jari telunjuk dan jempol masih aman. Tapi sudah sangat mengganggu saat menyuci beras saat masak, sikat gigi, steples berkas dan mengetik saat bekerja.
    Rencana jari Sabtu ini mau ke Dr. Sumaryono Sp.PD-KR di RSUI.
    Bu.. saya boleh izin minta kontak ibu, saya ingin sharing dan tanya- tanya tentang keluhan saya ini.
    USia saya masih 30 thn dan punya anak 1. Saya rindu sekali kembali sehat.
    Terima kasih ya Bu, saya sungguh berharap bisa mendapat kecerahan baik dari dokter terlebih dari Ibu.

    terima kasih Bu atas postingannya, sangat membantu saya.
    Salam sehat Bu.

    Anna

    ReplyDelete
  2. O ya, Saya juga didiagnosa meniskus tear oleh Dr. Dharmadi Sp.OT dan Dr. Patar Oppusunggu Sp.OT juga Bu..

    ReplyDelete

just for you, my little girl

Alhamdulillah, terima kasih ya Allah, Engkau telah hadiahkan untukku anak wedokku ini... Teringat di saat pengumuman dia diterima di Sistem ...