Alhamdulillah, rasa syukur ke hadirat Allah SWT senantiasa tak henti aku panjatkan. Aku yakin bahwa semua pelajaran hidup yang kudapatkan adalah karena rasa sayang-Mu padaku.
Aku semakin menyadari bahwa kesehatan itu sangat mahal harganya. Sebelum ini, aku merasa sehat-sehat saja, hanya dua kali mengalami penyakit serius yaitu radang selaput mata dan piriformis syndrome. (sudah pernah kutulis di suspect SLE).
Kali ini aku menulis lagi sebagai jawaban atas banyaknya pertanyaan dari teman-temanku, saudara-saudaraku serta anak-anak muridku kepadaku.
“Ibu kenapa hidungnya merah-merah?”
“Bu Dy kok tangannya panas?” (saat bersalaman denganku)
“Wajah Bu Dyah kenapa merah-merah semua, apa salah make up?”
“Ibu kenapa gak ikut upacara?”
“Ibu kok lemes kenapa?”
“Bu Dyah makin langsing aja?”
serta sederet pertanyaan lain yang sering terlontar kepadaku. Biasanya aku sering menjawab sambil bercanda
“Iya, biar kayak orang India dikasih merah-merah…”
"Biar hangat kalau salaman denganku..."
“Kenapa make up-nya disalahin, kasihan...heheee”
“Iya, biar kayak orang India dikasih merah-merah…”
"Biar hangat kalau salaman denganku..."
“Kenapa make up-nya disalahin, kasihan...heheee”
“Kan dari SD sudah ikut upacara terus…”
“Boleh istirahat donk kalau lemes yaa…”
“Iya syukur, orang lain susah pengin langsing…hehee”
Batuk Berkepanjangan
Berawal dari bulan Ramadhan (Juni) tahun 2016, aku sakit batuk dan seperti biasa aku berobat ke dokter di klinik Banjar Medika. Tak mau ibadah Ramadhanku terganggu oleh batuk ini, aku minum teratur obatnya. Biasanya kalau sudah minum obat dari dokter, sakitku akan cepat sembuh. Namun sampai beberapa hari, bahkan hingga obat habis, batukku tidak berkurang, apalagi reda. Aku sampai berobat ke dokter untuk kedua kalinya. Kali ini selain diberi obat, juga direkomendasikan untuk cek laboratorium. Aku ingat pernah batuk berkepanjangan pada saat menjelang dan sesudah melahirkan anak keduaku. Waktu itu juga sempat cek paru-paru dan hasilnya baik. Kali ini batukku sama dengan yang dulu, aku pun harus pakai panty liner karena kalau batuk terus-terusan sampai kadang keluar sedikit (maaf) pipis. Aku pun sampai tidak sholat tarawih di masjid karena gangguan batuk ini. Aku ingat, suamiku memperhatikan bahwa di wajahku ada sedikit merah-merah, mungkin alergi obat, jadi suami melarangku minum obat dari dokter yang kedua ini dan aku menurutinya.
Seiring menjelang Idul Fitri, batukku tertutup oleh kesibukan hari raya dan pulang kampung ke Kudus, namun karena merah-merah di muka agak kentara, dan mengira ini alergi, jadi aku sempat minum obat alergi (dexteem plus dan cenital, juga satu jenis lagi tapi aku lupa namanya). Ternyata tidak berpengaruh, jadi aku berencana setelah sampai Tangerang lagi, nanti baru konsultasi ke dokter kulit. Ibukku dan saudara-saudaraku pun sempat bertanya tentang merah-merah di wajahku ini. Bahkan Ibuk sempat melarangku mencuci piring saat aku memperlihatkan jari-jari tanganku yang juga agak memerah.
Benar, setelah rutinitas pasca lebaran berjalan kembali, tanggal 14 Juli 2016 aku pun ke dokter spesialis kulit di RS Usada Insani (selanjutnya nanti kusebut RSUI). Kali ini aku bertemu dengan dr. Fiedyawati Kusuma SS, Sp.KK. Kepada beliau kujelaskan semua dari batukku, merah-merah di sekitar hidung, dahi, pipi dan sedikit di leher, juga sejak kemarin-kemarin kurasakan jari-jari tangan memerah dan sensitif, terasa pedih/sakit kalau kepentok sesuatu (untuk nyuci piring saja sakit). Dokter Fiedya teliti bertanya sampai pada kosmetik yang kupakai, juga seberapa sering aku kena sinar matahari. Aku jawab bahwa akhir-akhir ini aku jarang bersentuhan langsung dengan sinar matahari, kebiasaanku senam juga sementara stop karena Ramadhan dan belum mulai lagi, juga aku selalu bawa mobil kemana-mana. Melihat kondisiku, beliau berkesimpulan, kemungkinan aku kena lupus. Untuk itu, aku harus melakukan cek darah (laboratorium) yang meliputi bermacam-macam tes (antara lain T3, T4, TSH, ANA, Gula, SGOT SGPT dan lain-lain aku lupa), juga tidak boleh kena sinar matahari langsung, bahkan meskipun nyetir di dalam mobil pun dianjurkan pakai masker. Obat yang diberikan : Lameson 4 mg tablet, Talion 10 mg tablet, Esperson 15 gram krim.
Waaaaah, pasti teman-teman gak tahu, gimana rasanya mendengar dokter mengatakan suspect “lupus” buatku? Haaah? Lupus? Dalam hati bingung juga, kenyataannya di depan dokter aku berusaha biasa aja, hanya bertanya, apa iya dok?, bahkan dalam hati aku juga berkata, dokternya pasti salah. Dokter juga bilang ini baru suspect, makanya kita cek lab dulu. Setahuku, lupus itu penyakit yang tidak bisa disembuhkan, terus gawat, gak bisa ngapa-ngapain deh, heheee...
Sambil browsing perihal lupus ini, aku tetap beraktivitas seperti biasa. Cek darah juga belum kujalani. Suamiku yang akhirnya membelikanku vitamin untuk suplemen dan vitamin untuk kulit (pharmaton, natur E advance), juga rajin mengingatkanku untuk mengkonsumsinya secara teratur.
Meniscus Tear
Selanjutnya awal bulan Agustus aku harus mengikuti diklat instruktur nasional matematika selama 10 hari (tanggal 3 s.d 11 Agustus 2016). Beruntung tempatnya masih di Kota Tangerang, bahkan beberapa kali aku bisa pulang ke rumah. Diklat ini aku ikuti dengan baik, namun selama diklat ini aku mulai merasakan nyeri di persendian lutut kaki kanan. Huufht, belum juga merah-merah di mukaku sembuh, ini ada lagi. Aku ingat-ingat sakitnya ini berbeda dengan nyeri sakit piriformis syndrome yang dulu. Rasanya, lutut sakiiit kalau ditekuk, terasanya terutama kalau sholat, mau sujud gak bisa turun dengan sempurna, duduk di antara dua sujud jari kaki gak bisa ditekuk. Mau (maaf) pipis pun sakit karena harus posisi jongkok (kalau di rumah tidak masalah karena toilet duduk). Akhirnya suami menambahi suplemenku dengan osteokom. Namun, aku minum pun seperti tidak ada pengaruh apa-apa. Selama diklat ini, yang kurasakan, aku kesulitan untuk membuka sendiri tutup botol air mineral. Jadi kalau mau minum, aku selalu minta tolong teman untuk membukakannya.
Akhirnya, begitu selesai diklat, aku langsung cek ke Royal Medical Centre (RMC). Dokter Dina mengatakan mungkin sendiku mulai berkurang ‘oli’nya, disarankan pakai sepatu gak boleh keras, gak boleh pakai hak (sudah sangat jarang pakai sepatu heel sejak piriformis syndrome dulu), gak boleh bawa berat-berat, Tangan yang merah-merah katanya alergi detergen, lalu batuk yang masih ada, bisa karena alergi. Alergi bisa karena macam-macam sebab, mungkin udara, dingin, air. Alergi gak bisa hilang, hanya bisa diminimalisir. Aku pulang sambil membawa obat vitalgin (nyeri), natrium diklofenak (radang), ranitidine (kata dokter ada mag), glucosamine (vitamin sendi).
Empat hari kemudian, kadang nyeri lutut berkurang sedikiiit tapi terus balik sakit lagi, tidak benar-benar hilang. Tapi tetap aku pakai bergerak/beraktivitas seperti biasa, bahkan aku ikut lomba agustusan ibu-ibu di komplek tempat tinggalku, ikut senam gemu famire, alhamdulillah baik-baik saja. Aku pikir, jangan-jangan karena sudah lama gak senam, jadi harus olah raga lagi niiih.
Beberapa hari kemudian, karena lutut masih nyeri terus, tanggal 16 Agustus 2016, aku balik lagi ke RMC. Maksudnya sih mau minta rujukan pakai BPJS ke rumah sakit, karena dari kemarin-kemarin aku berobat pribadi. Baru cerita sedikit tentang nyeri lututku, dokter Aminah langsung menunjukkan lutut beliau yang abis operasi. Beliau bilang rasa sakitnya sama denganku, hanya kalau beliau ditambah karena pengapuran, kalau aku nyerinya kayaknya karena ada yang robek, harus dioperasi. (wadhuuh, lutut robek? operasi? apa ini?). Beliau langsung menghubungi RS Awal Bros agar aku ditangani dokter Herwindo, dokter bedah tulang (ortopedi) yang juga menangani operasi beliau. Beruntungnya, meski nyeri lutut, aku tetap bisa bawa mobil sendiri (meskipun suami khawatir dan sudah minta aku pakai taksi saja, tapi kebiasaan kemana-mana nyetir sendiri, sepertinya repot kalau harus naksi). Aku ingat, waktu itu jalanan maceeeet banget, jadi ya sedih, capek, tapi harus tetap semangat. Ketemu dokter Herwindo, diperiksa telentang, tengkurap dengan kaki ditekuk, digerak-gerakkan, tapi tidak sakit, bahkan seperti enak dipijit. Dokter bilang kemungkinan meniscus tear, radang sendi lutut, mungkin ada yang robek. Harus dipastikan dengan MRI. Kalau memang ada yang robek, harus dioperasi untuk membuang sisa-sisa robekannya, jika tidak robek, bisa dengan terapi saja. Sementara nunggu MRI karena tidak langsung dapat hasilnya, diberi obat ranitidine dan natrium diklofenak. (baru tahu dari dokter Herwindo bahwa untuk minum obat analgetik biasanya berpengaruh ke lambung, makanya dikasih obat lambung juga). Untuk MRI, dirujuk ke RSUI dengan alasan hasilnya lebih bagus di sana. Naaah, di sini terasa bahwa dengan BPJS jadi lambat. Dari RS Awal Bros, karena sudah sore, bagian pengurusan BPJS sudah tutup dan berjanji besok akan menghubungi aku jika sudah jadi pengantar MRI-nya. Tunggu punya tunggu sampai dua hari gak ada berita, tanggal 19 Agustus aku datang lagi ke sana. Itupun kata petugasnya belum ada, aku tanya apakah yang gak ada petugas BPJS-nya atau surat pengantar MRI-ya? Aku pun hampir beralih ke pengobatan pribadi. Setelah ikut mondar-mandir, akhirnya aku dapatkan surat pengantarnya. Langsung aku meluncur ke RSUI. Naaaah, cerita di sini pun seruuu. Syarat MRI pakai BPJS, aku harus membuat kronologis kejadian yang kutulis sendiri dan pakai meterai 6.000. Baik, aku pun mengingat-ingat kejadiannya dan menuliskannya hingga dua halaman penuh. Beruntung aku selalu sedia meterai di dompet. Setelah selesai, kuserahkan ke loket pendaftaran BPJS yang tadi memintanya. Ternyataaaa…, kata si mas petugasnya, karena dokternya sedang seminar semuaaaa, jadi MRI gak bisa dilakukan sekarang. (What???). Heran aku bertanya, bukannya kalau MRI ada petugasnya sendiri, apa iya semua pergi seminar? Jawabnya, kan sebelum MRI harus diperiksa dokter di sini dulu, baru nanti ketahuan harus bagaimana tindakan selanjutnya. Lho, jadi surat pengantar MRI dari RS Awal Bros gak berlaku? Yang aku sediiih, si mas kenapa gak bilang dari tadi kalau dokternya gak ada? Ok deeeh, apa boleh buat, karena saat itu hari Jumat, aku tanya, kalau besok bisa gak Mas? Si mas bilang coba telpon aja. Tapi kalau Sabtu bisa Mas? Iya, telpon dulu aja Bu. Yo wis aku manut. Besoknya aku telpon pagi-pagi, apa bisa MRI hari itu? Ternyata RSUI tidak melayani BPJS di hari Sabtu. Weeeh, sediiih ke sekian kalinya, kenapa si mas petugasnya kemarin gak bilangin? Seperti yang kutulis sebelumnya, aku belum pernah pakai BPJS, jadi baru tahu aturan ini. Sabaaaaar….
Batal MRI
Senin berikutnya baru ketemu dokter ortopedi, dr. Pradhana Wijayanta, Sp.OT. Begitu diperiksa, beliau langsung bilang, gak usah MRI Bu, ini ada yang robek, harus operasi. Kutanya, kenapa gak MRI dulu Dok? Aku disuruh berbaring lagi dan lututku diangkat, digerak-gerakkan, ada bunyi krek krek, karena ada yang robek, kalau gak dioperasi, ini bisa rusak, gak ada gantinya, Ibu mau nyari ganti di mana? Aku masih ngeyel bertanya, memang tanpa MRI dokter yakin? Jawab beliau, dari cek fisik saya yakin 90%. Berarti masih 10% kemungkinan gak, gimana dok? Yaaa saya sudah yakin Bu, dari pada nanti lama lagi. Ini juga operasi kecil, dimasukkan jarum kecil panjang untuk membersihkan robekannya. Aiiiih… gimana niih? Di rumah pun masih mikir, sambil mencari kekuatan pada suami, kok kenapa gak di MRI ya Pa? Suami bilang, mungkin dokternya sudah yakin, sudah biasa nangani seperti ini. Aku hanya mikir, biasanya meniscus tear terjadi pada atlet, atau pernah jatuh atau orang gemuk. Aku kan bukan atlet, meskipun sering senam, juga seingatku gak pernah jatuh, pun sangat tidak gemuk..heheee. Meskipun aku dah browsing, baca-baca tentang ini..tapi yaaa… #Ini yang kelak akhirnya menjadi ganjalan pertanyaan sehubungan dengan lupus-ku....
Artroskopi (Operasi Teropong Sendi)
Akhirnya, aku jalani persiapan operasi. Pemeriksaan thorax, ke dokter jantung, ekg (dr.Aron Husin K.,Sp JP). Kamis 25 Agustus 2016, jam 8 pagi berangkat ke RSUI bersama suami. Pemeriksaan darah, urine, masuk kamar VIP (Amartapura kamar 4). Jam 10 mulai puasa, minum pun tidak boleh, langsung diinfus. Siang suami menjemput anak-anak dan semua boyongan ke rumah sakit. Sengaja kami pesan kamar VIP, jadi kami semua ngumpul, anak-anak menggelar kasur angin seperti biasa kalau kami nginap di hotel maupun pergi camping.
Jam 4 sore, siap-siap ke kamar operasi. Sebelumnya bulu-bulu sekitar lutut dicukur dulu, sempat luka berdarah karena susternya kurang hati-hati. Diantar suster, dan tentu ditungguin suami dan anak-anak, pukul 4.30 masuk kamar operasi. Semua sudah dipersiapkan oleh para suster. Alat-alat untuk jantung, tensi dan lain-lain. Aku sendiri kedinginan, menggigil, bahkan gigi gemeletuk dari mulai operasi hingga selesainya nanti. Heran aku bertanya sama dokter, apa wajar sampai menggigil begini. Jawabnya, memang kamar operasi suhunya dingin banget, untuk menjaga alat-alatnya steril.
Anestesi di pinggang belakang bagian tengah. Dokter anestesi pun sempat bertanya, biasanya yang sakit begini orangnya gemuk. Ibu kan gak gemuk? Nah, mau bilang aku kurus aja muter-muter dok, heheee. Disuntik anestesi, lama-lama berat dari perut ke bawah, rasanya pengin ngangkat (maaf) pantat tapi tak berdaya, awalnya jari-jari kaki masih berasa, akhirnya gak berasa sama sekali.
Sambil mengamati dari pantulan lampu besar, kaki kanan sudah disiapkan, aku bisa lihat alat-alatnya, kaki dioles (mungkin sejenis betadine atau apalah) seperti pelumas merah, jarum atau batangnya seperti agak panjang, selanjutnya gak berani lihat lagi. Operasi berjalan sambil aku diobrolin dokter, katanya ada infeksi (ada nanah) gak tahu entah dari mana, dibersihkan, dokter minta aku menyaksikan dari monitor, aku melihat benar ada yang robek, seperti serabut-serabut kapas, agak banyak, persis seperti yang aku lihat saat browsing di internet. (kalau gak salah disuruh lihat sampai tiga kali). Sore itu, pukul 5.15 s.d 5.34 (19 menit) proses operasinya. Alhamdulillah selesai.
Keluar dari ruang operasi pukul 5,45, pakai kateter deh pipisnya, gak boleh bangun s.d 24 jam (hadhuh, kemarin dokter bilangnya 12 jam). Syukur tidak pusing atau mual berlebihan, hanya sedikit mual abis dianestesi, sempat diberi suntikan anti mual dan langsung enak. Malamnya baru boleh minum dan makan roti. Obat-obatan via infus. Masih berasa lemes.
Yang aku heran, sepanjang pasca operasi itu, badanku beberapa kali demam, menggigil, juga mulut tiba-tiba sariawan sampai bibir keriiing. Bolak-balik kuminum madu tapi bibir tetap kering. Maem pun jadi susah. Beruntuuuung sekali aku punya suami yang sangat memperhatikanku, juga anak-anakku yang siap membantuku kapan saja. Suamiku sengaja cuti untuk menemani dan mengurusiku. Davina yang sering menyuapiku serta menyiapkan keperluanku, juga Zaidan yang rajin memijit-mijit aku.
Jumat pukul 5 sore baru boleh bangun, belajar turun, jalan sedikit, pelan-pelan. Sabtu pagi perban coklat elastis (dari setengah paha s.d pergelangan kaki) baru dilepas dan diganti perban putih biasa. Kateter juga baru dilepas, aku jadi agak ngompol dikit-dikit kalau buru-buru pengin pipis.
Obat : cefixime 200 mg, asam mefenamat 500 mg dan zitanid 2 mg.
Oh ya, informasi biaya, aku pakai BPJS, seharusnya kelas I, naik kelas VIP. Tagihannya Rp 39.816.713,00 ditambah administrasi dan pelayanan Rp 1.000.000,00. Jadi total biaya Rp 40.816.713,00. Plafon BPJS Rp 30.749.000,00. Jadi suamiku membayar Rp 10.067.713,00.
Suspect Kusta
Seminggu istirahat di rumah, ……………….bersambung.....
Insya Allah ceritanya nanti akan kulanjutkan dengan sakit autoimun-ku yang luar biasa…. dan tentu pertanyaan-pertanyaan di awal cerita belum bisa terjawab... Tunggu yaaa......
Cepat sembuh mbak diah, miss you..:-(
ReplyDeleteAamiin...makasiiih dinda yus. Smoga yus n kelrga jg sehat2 yaaa...
DeleteMiss you too honey...
Speechless Budy.... keep being tough for the kiddos, your hubby. I know you can, you're the chosen person....big hug...
ReplyDeleteSpeechless Budy.... keep being tough for the kiddos, your hubby. I know you can, you're the chosen person....big hug...
ReplyDeleteI do know...you always support and pray for me...thank you very much my dear sist...
DeleteAssalamualaikum Bu Diah.. smoga ibu di beri kekuatan dan ketabahan!!! Saya tau ibu seorang yg kuat dan ceria, ini adalah satu guru matematika terbaik buat saya.. meskipun saya bukan murid yg baik. Semoga cepet dan segera di beri kesembuhan, keep strong 💪💪💪
ReplyDeleteWaalaikumsalam..., hai nasrul, terima kasih nak, insya Allah ibu kuat n selalu semangat. eiits, gak ada murid ibu yg gak baik.., ibu yakin semua baik2... sukses buatmu yaa...
DeleteCepet sembuh ibu Dyah , agar bisa mengajar kembali
ReplyDeleteAamiin.., alhamdulillah ibu sdh mengajar seperti biasa, plus selalu menjaga kondisi kesehatan.., makasih doanya ya say...
DeleteCepat Sembuh Ya Bu Dyah, Semoga di beri kekuatan dan Ketabahan dalam menghadapi cobaan :)
ReplyDeleteAamiin... terima kasih doanya ya Nak...
DeleteSpeechless bu. Semoga selalu tegar, tabah dan kuat menghadapi ujian ini. Semoga selalu semangat.
ReplyDeleteInsya Allah terus semangaaat. Matur nuwun doa & dukungannya buk Lis...
DeleteAsalammualakum bu,semoga ibu selalu di beri kesehatan.dan bisa menjalani aktvitas seperti biasa
ReplyDeleteWaalaikumsalam...
DeleteAamiin, terima aksih doa & supportnya ya Dapid...