Di antara kami lima bersaudara, Masku (kakak lelakiku satu-satunya) bilang bahwa
aku itu duplikatnya Ibuk, entah karena dari karakter, cara berbicara atau apa, yang pasti aku dan
Ibukku sama-sama suka matematika, senang mandu acara dan hanya aku yang menjadi
guru,
nurun’i Ibuk. Waktu kecil aku sudah hapal lagu-lagu mars Korpri, mars PGRI,
mars PKK, Pohon Beringin, Di Tepinya Sungai Serayu dan banyak lagu lainnya. Ini
karena sebelum Ibukku melatih guru-guru menyanyikan lagu-lagu tersebut, Ibukku
berlatih otodidak di rumah sambil mengajakku sebagai partner, jadi Ibukku di not
solmisasinya, aku di bagian liriknya dan akhirnya kami menyanyi bersama-sama.
Aku juga cukup sering ikut acara Ibuk saat beliau menjadi pranatacara (bahasa
Jawanya MC) baik di acara resmi maupun di pesta pernikahan. Selain itu, aku jadi
mengenal semua tembang macapat seperti Kinanthi, Maskumambang, Pangkur, Gambuh,
Ddhandhanggula, Asmarandana, Mijil, Pucung. Untuk tembang-tembang ini, Ibuk dan
Bapakku memang jagonya, bahkan mereka sering diundang di acara pentas seni
macapat Kabupaten Kudus. Dari beliau berdua, aku juga belajar membaca aksara
Jawa hingga bisa jadi juara lomba ‘maca aksara Jawa’ di sekolah. Nilai pelajaran
bahasa daerahku (basa Jawa) pun selalu tertinggi di kelas. Tembang macapat,
geguritan, aksara Jawa, kerata basa (jarwo dhosok), rura basa dan apa lagi ya…
inilah yang dipelajari dalam muatan lokal basa Jawa. Yen saiki, aku isih eling
ora yo…, heheee.
Waktu SD, aku sempat diajar Ibukku (beliau kepala sekolahku
waktu aku kelas 5-6), beberapa kali Ibukku masuk kelas untuk mengajar
matematika. Waktu itu beliau membawa ‘tudhing’ (tongkat bambu kecil panjang),
begitu aku lancar menjawab soal-soal, tudhing itu mengarah padaku dan beliau
berkata, “
Kowe meneng’o dhisik, ben kancane sing njawab”, akhirnya aku menjawab
hanya komat-kamit seperti berbisik, giliran aku lupa berbisik, tudhing itu juga
mengarah kepadaku, beliau bilang “
Lho, soal gampang kok ra iso”…. hehehee… Dulu
aku sering terkagum-kagum dengan kecepatan beliau menghitung tanpa
coret-coretan, untuk bilangan yang besar pun, beliau sangat cepat mengalikan,
membagi, apalagi menjumlah dan mengurangkan. Hingga sekarang pun, untuk urusan mencongak, aku masih
kalah dari beliau. Pokoke jempol deh untuk guru matematikaku yang satu ini.
Yang jelas, kalau sedang bersama Ibukku, sambil memijit kaki beliau, aku selalu mengajak beliau ngobrol tentang semua hal, termasuk memori kami ini, tentu agar beliau senang dan bahagia.
Ibukku sayaaang…, matur nuwun sedayanipun. Mugi-mugi Ibuk tansah sehat, panjang yuswa,
pinaringan rahmat rahayu lan barokah saking Gusti Allah SWT. Aamiin yaa robbal
‘aalamiin. Selamat hari Ibu, Ibukku... Dyah sayang Ibuk...
Alhamdulillah, terima kasih ya Allah, Engkau telah hadiahkan untukku anak wedokku ini... Teringat di saat pengumuman dia diterima di Sistem ...